Selasa, 27 Januari 2015

Kerja Lembur

Judul asli: Another Day at the Office
Penulis: Michael T. Schaper



Andreas mendesah. Sekarang Sabtu, dan ia paling benci harus ke kantor pada akhir pekan.

Kenapa sekarang? Pikirnya kesal. Hari itu ulang tahun putrinya, Sally. Pestanya akan segera diadakan siang itu, dan ia tak mau melewatkannya. Akan tetapi, telepon dari kantornya ini nampaknya mendesak; kantor pusat membutuhkan bantuannya. Bawahannya terserang flu dan hendak minta ijin untuk pulang, dan coba tebak siapa yang harus menggantikan tugasnya?

Itulah suka dukanya menjadi atasan. Memang menyenangkan memiliki tim yang mendengarkan setiap kata-katamu dan melaksanakan perintahmu, namun ada juga kerugiannya. Jika ia tidak memastikan semuanya berjalan lancar, dirinyalah yang akan dikejar-kejar kantor pusat. Mereka terkenal tepat waktu dan efisien, dan setiap kantor cabang diharapkan bersikap sama.

Andreas menyalakan mesin mobil dan meluncur mulus ke jalanan, mengemudi tanpa terganggu kemacetan. Lalu-lintas selalu longgar di akhir pekan.

Hari itu benar-benar hari yang cocok untuk mengadakan pesta ulang tahun. Matahari bersinar cerah, hawanya hangat namun tidak gerah. Jam makan siang sudah hampir berakhir, dan tamu-tamu Sally (sebagian besar teman-teman sekolahnya dan teman-teman dari klub menunggang kuda) pasti sudah berangkat ke rumahnya. Sayang sekali kalau ia harus terjebak di kantor.

Andreas memencet klakson keras-keras ketika sebuah mobil mendadak memotong jalurnya. Pengemudi itu nampaknya cuek saja, namun paling tidak, Andreas bisa melampiaskan rasa frustrasinya. Ia mendesah dan kemudian berbelok ke area kantornya: sebuah bangunan besar jelek dengan tembok tebal, beberapa jendela kecil, dan tanpa ciri khas apapun sama sekali, berdiri di tengah-tengah area datar yang luas, khas bangunan industrial. Ia sudah sering melihat gedung seperti ini sepanjang karirnya.

Pikirannya melayang lagi ke putrinya. Sally adalah anak yang cantik, dan hari ini ulang tahunnya yang keduabelas. Sedikit cerewet walaupun sopan, baru mulai beranjak remaja, belum menyadari kenyataan dunia, dan belum cukup besar untuk mempertanyakan apa yang terjadi di sekelilingnya dan mengapa.

Ia memuja ayahnya, dan Andreas memuja putrinya. Sally pasti akan kecewa jika Andreas tak ada di pestanya.

Akan tetapi, tetap saja, kerja adalah kerja. Pekerjaan di kantor pemerintahan adalah yang terbaik: stabil, aman, gajinya bagus, dan jam kerjanya teratur. Tanpa pekerjaannya, Andreas tak akan sanggup membiayai acara makan siang mewah istrinya, keanggotaan klub berkuda putrinya, dan tentu saja biaya yang mahal untuk pendidikan sang putri di sekolah privat.

Lagipula, pikirnya guram, pekerjaannya membuatnya bisa bertemu banyak orang dengan berbagai latar belakang, dan ia bisa mendengar cerita-cerita mereka.

Andreas melangkah ke dalam gedung. Seperti dugaannya, gedung itu sepi, yang berarti pekerjaannya akan lebih mudah. Ia menemui bawahannya, memberi beberapa permen pelega tenggorokan, dan mereka bersama-sama menandatangani beberapa berkas sebelum Andreas menyuruhnya pulang dan beristirahat. Kemudian, ia melangkah ke area penerima tamu dan menemui beberapa pengunjung yang dikirimkan ke kantornya. Seorang pastor, beserta istri dan putrinya.

Nampaknya, pastor itu sedikit terlalu banyak bicara dalam beberapa khotbahnya, dan salah satu anggota jemaatnya memutuskan untuk menelepon polisi. Di sinilah si pastor berada sekarang, berhadapan dengan Andreas, nampak bingung sekaligus cemas.

Andreas mencoba menenangkannya. "Jika Anda bekerjasama dengan kami, mengikuti semua instruksi dan menjawab pertanyaan, saya yakin kita bisa menyelesaikannya dengan cepat."

Pastor itu nampaknya berusia pertengahan tiga puluh, nampak jujur sekaligus bingung, begitu pula istrinya. Mereka berdua menyangkal adanya masalah, yang bagi Andreas berarti masalah tersendiri; mungkin akan makan waktu lama sebelum ia bisa membuat mereka mengaku dan secara resmi menarik isi khotbah itu di depan publik.

Andreas mendesah lagi. "Kalau begitu, kurasa kami harus bicara dengan putri Anda dulu."

Ia memanggil dua pekerja junior, rekrutan baru yang nampak antusias. 

"Tolong antarkan kedua tamu kita ke akomodasi kita yang baru."

Sang pastor dimasukkan ke sel pertama, dan sang istri di sel lain yang agak jauh.

Andreas sudah lama belajar bahwa nada suara yang tenang jauh lebih baik daripada ancaman dan bentakan. Ia memandang mereka digiring, sebelum berpaling pada si anak perempuan.

"Siapa namamu?"

"Rebecca," jawab si anak pelan sambil menunduk, sedikit malu-malu dan ketakutan.

"Berapa umurmu?"

"Dua belas tahun," ujarnya, mengangkat wajah dengan ekspresi penuh harap. "Aku baru berulangtahun minggu ini."

Andreas tersenyum hangat. "Pasti menyenangkan." Dan si anak perempuan mengangguk cemas.

Dua belas. Baru mulai beranjak remaja, belum menyadari kenyataan dunia, dan belum cukup besar untuk mempertanyakan apa yang terjadi di sekelilingnya dan mengapa.

Andreas harus memastikan ia tidak akan lagi terlalu banyak bertanya.

Ia merasakan gelombang iba saat mengambil perlengkapan elektroda, dan memerintahkan agar anak itu diborgol.

"Aku akan membuatnya cepat untukmu."

Andreas memerhatikan saat bawahannya membawa anak itu ke salah satu sel kosong, berharap si anak tak berlama-lama mencoba melawan rasa sakit yang akan datang. Anak itu jelas bukan tipe yang tabah.

Hari ini Sabtu siang, tapi ia malah harus ke kantor. Ah, paling tidak, ia mendapat uang lembur, dan mungkin, ia masih bisa pulang tepat waktu untuk pesta ulang tahun putrinya.

Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar