Sabtu, 17 September 2016

World War Z: Bab IV: Membalik Keadaan (part 3)

Baca bagian sebelumnya di sini.

Ingin baca dari awal? Ke sini.


Sanatorium Veteran Yevchenko, Odessa, Ukraina

(Kamar itu tak berjendela. Lampu pijar remang-remang menerangi dinding beton dan kasur yang tak pernah dicuci. Para pasien di sini kebanyakan menderita penyakit pernapasan, yang diperparah dengan kelangkaan obat-obatan. Tidak ada dokter, dan para perawat serta petugas tak terlatih tak bisa berbuat banyak untuk meringankan penderitaan. Setidaknya kamar itu hangat dan kering, dan untuk negara yang sedang dilanda musim dingin, itu adalah kemewahan tak terkira. Bohdan Taras Kondratiuk duduk tegak di atas ranjangnya di sudut ruangan. Sebagai pahlawan perang, dia mendapat hak istimewa: tirai di sekeliling ranjangnya untuk privasi. Dia batuk-batuk ke dalam saputangannya sebelum bicara.)

Kacau sekali. Aku tak tahu bagaimana menggambarkannya; mungkin keruntuhan sistem kendali. Kami baru saja melalui berbagai pertempuran brutal: di Luck, Rovno, Novograd, Zhitomir. Zhitomir sialan. Anak buahku sudah capek, kau tahu. Semua yang mereka lihat dan harus lakukan, dan pada saat yang sama, mereka harus terus mundur, menjaga garis belakang, dan terus berlari. Setiap hari kami mendengar kabar kota yang diserbu, jalan yang ditutup, dan pasukan yang dikalahkan. 

Kiev harusnya aman. Kota itu harusnya menjadi pusat zona aman kami; terjaga dengan baik, memiliki banyak persediaan, dan tenang. Bisa kau tebak apa yang terjadi ketika kami tiba? Apakah kami bisa istirahat? Memperbaiki kendaraan, menambah jumlah pasukan, merawat yang terluka? Tentu saja tidak! Itu tidak pernah terjadi. Zona aman kami lagi-lagi digeser, kali ini ke Krimea. Pemerintah kami kabur ke Sevastopol. Keteraturan sipil sudah ambruk. Seluruh penduduk Kiev sudah dievakuasi. Yang tersisa adalah misi untuk kami para tentara, atau apapun yang tersisa dari kami.

Pasukan kami diperintahkan untuk mengawasa rute pelarian di Jembatan Patona. Itu adalah jembatan pertama yang semua bagiannya dilas secara elektrik, dan negara lain kerap menyamakan pencapaian itu dengan Menara Eiffel. Pemerintah kota sudah merencanakan proyek restorasi besar-besaran; proyek impian untuk mengembalikan kejayaannya. Tapi seperti halnya segala hal di negara kami, mimpi itu tak pernah tercapai. Bahkan sebelum krisis zombie, jembatan itu seperti mimpi buruk lalu lintas. Jembatan itu kemudian tambah sesak oleh pengungsi.

Jembatan itu harusnya dibarikade untuk mencegah lalu lintas kendaraan, tapi mana barikade yang dijanjikan? Mana beton dan baja yang harusnya bisa menghentikan arus lalu lintas yang masuk secara paksa? Di mana-mana ada mobil, Lag dan Zhig yang mungil, beberapa Mercedes, bahkan truk GAZ sebesar gajah yang terbalik di tengah-tengah jembatan! Kami mencoba menariknya, mengaitkan rantai pada porosnya dan menariknya dengan tank. Tidak berhasil. Mau bagaimana lagi?

Mengertilah, kami peleton kendaraan lapis baja. Kami pengemudi tank, bukan polisi militer. Tapi kami tidak melihat satupun polisi militer. Kami diberitahu mereka akan ada di sana, tapi mereka tidak ada, tidak juga "unit" lain. Menyebut mereka "unit" sebenarnya konyol. Mereka cuma gerombolan berseragam, anggota staf dan koki, pokoknya semua yang ada kaitannya dengan militer mendadak ditugaskan mengatur lalu-lintas di jembatan. Tak ada seorangpun yang dilatih untuk ini...kami tidak dipersiapkan untuk ini. Mana perlengkapan anti kerusuhan yang dijanjikan? Mana baju pelindung, perisai, meriam air?

Kami diperintahkan untuk "memproses" para pengungsi, dalam artian memeriksa apakah mereka terinfeksi atau tidak. Tapi mana anjing pelacaknya? Bagaimana lagi kami harus mengecek mereka tanpa anjing pelacak? Apakah kami harus mengecek mereka sendiri satu-persatu? Ternyata ya, itulah yang mereka perintahkan pada kami. (Dia menggelengkan kepala). Apakah kau pikir gerombolan panik yang kacau itu, yang dikejar bahaya dan dengan keamanan hanya beberapa meter di depan mereka, akan berbaris rapi dan mengantre sementara kami menelanjangi mereka satu-persatu untuk memeriksa kulit mereka? Kau pikir para pria akan diam saja sementara kami memeriksa para istri, ibu, dan putri mereka? Bisa kau bayangkan? Kami bisa apa lagi? Mereka harus dipisahkan jika kami mau hidup. Apa gunanya mengevakuasi orang jika yang terinfeksi juga bisa masuk?

(Dia tertawa pahit). Semuanya kacau sekali! Beberapa menolak diperiksa, yang lain memilih kabur dan bahkan melompat ke sungai. Ada perkelahian. Beberapa babak belur, tiga orang ditikam, satu orang ditembak dengan Tokarev berkarat oleh seorang kakek yang ketakutan. Aku yakin orang itu mati sebelum tubuhnya menghantam air. Aku tidak ada di sana. Aku mencoba memanggil bantuan. Bantuan akan datang, begitu kata mereka terus-menerus. Jangan putus asa. Terus bertahan. Bantuan akan datang.

Di seberang Sungai Dnieper, Kiev terbakar. Pilar-pilar asap hitam membubung dari pusat kota. Angin bertiup ke arah kami, dan baunya luar biasa. Campuran bau arang, karet terbakar dan daging hangus. Kami tidak tahu sudah seberapa jauh para zombie itu; mungkin satu kilometer, mungkin kurang dari itu. Di atas bukit, kami melihat biara terbakar. Sialan. Padahal dengan tembok-temboknya yang tinggi dan lokasi strategisnya, kami bisa mengubahnya menjadi markas pertahanan. Bahkan prajurit pemula bisa mengubahnya menjadi benteng; muati ruang bawah tanahnya dengan perbekalan, segel tiap pintu masuk, dan tempatkan penembak jitu di menara. Mereka bisa melindungi jembatan selamanya!

Kupikir aku mendengar sesuatu, dari seberang sungai...kau tahu, suara-suara yang mereka buat saat mereka ada banyak, ketika sudah dekat...bahkan di antara jeritan, umpatan dan klakson, serta suara tembakan senapan dari jauh, kau akan mengenali suara itu.

(Dia mencoba menirukan erangan zombie, tapi kemudian batuk tanpa henti. Dia menekankan saputangan ke wajahnya. Ketika ditarik, saputangan itu bernoda darah.)

Suara itu membuatku berpaling dari radioku. Aku memandang ke arah kota. Sesuatu menarik perhatianku; sesuatu di atas atap yang bergerak cepat.

Pesawat-pesawat jet itu melesat sangat dekat di atas kami. Ada empat pesawat, Sukhoi 25 "Rooks," terbang begitu rendah sampai bisa diidentifikasi dengan mudah. Apa-apaan ini? Pikirku. Apa mereka mencoba melindungi akses di jembatan? Mengebom area di belakangnya? Taktik itu memang berhasil di Rovno, setidaknya selama beberapa menit. Keempat Rooks itu berputar, seolah mengonfirmasi target, lantas menukik rendah dan melesat ke arah kami! Demi setan, pikirku, mereka akan mengebom jembatan! Mereka mengabaikan rencana evakuasi dan akan membunuh semua orang!

"Pergi dari jembatan!" Aku berseru. "Semuanya lari!" Panik menerpa semua orang. Kau bisa melihatnya seperti gelombang, seperti arus listrik. Orang-orang mulai menjerit, mendorong-dorong ke depan, samping, belakang, satu sama lain. Lusinan melompat ke sungai, masih dalam baju-baju berat dan sepatu yang menghalangi mereka berenang. Aku menarik orang-orang ke seberang jembatan, menyuruh mereka lari. Aku melihat bom-bom mulai dijatuhkan, dan aku berpikir mungkin aku bisa terjun ke sungai di saat-saat terakhir, melindungi diri dari ledakan. Kemudian, parasut-parasutnya mulai terbuka, dan seketika itu juga aku tahu.

Dalam sekejap, aku melesat seperti kelinci ketakutan. "Berlindung!" Seruku. "Berlindung!" Aku melompat ke dalam tank terdekat, menutupnya, dan menyuruh para kru untuk mengecek segelnya. Itu tank tua T-72. Kami tidak tahu apakah sistem tekanannya masih bekerja; sudah bertahun-tahun benda itu tidak dicek. Kami hanya bisa meringkuk dan berdoa di dalam peti mati baja itu. Si juru tembak menangis, si pengemudi diam membeku, dan si komandan, sersan junior yang usianya baru dua puluh tahun, meringkuk di lantai sambil mencengkeram kalung salib kecilnya. Aku menaruh tanganku di kepalanya, berusaha meyakinkannya bahwa kita akan baik-baik saja, sementara mataku terus menempel pada periskop.

RVX tidak langsung bekerja sebagai gas. Benda itu muncul pertama kali sebagai hujan: tetesan-tetesan minyak kecil yang menempel di permukaan apapun yang mereka sentuh. Itu menyusup lewat pori-pori, mata, terus ke paru-paru. Tergantung dosisnya, efeknya bisa terlihat dengan segera. Aku bisa melihat anggota-anggota tubuh para pengungsi mulai gemetar. Lengan-lengan mereka terjuntai lemas ketika zat itu mulai menyerang sistem syaraf pusat. Mereka mengucek-ngucek mata, berjuang untuk bicara, bergerak, bernapas. Aku lega aku tidak bisa mencium bau celana dalam mereka, ketika isi usus besar dan kandung kemih keluar tanpa ampun.

Kenapa mereka melakukannya? Aku tidak paham. Apakah si komandan tinggi tidak tahu kalau zat itu tidak berpengaruh apa-apa pada zombie? Apakah mereka tidak belajar dari apa yang terjadi di Zhitomir?

Mayat pertama yang bergerak adalah seorang wanita. Lengannya berkedut melintasi punggung seorang pria, yang dari posisinya, tampaknya berusaha melindungi wanita itu. Tubuh si pria terhempas lunglai saat si wanita berdiri dengan lutut bergetar. Wajahnya ternoda oleh nadi-nadi yang menghitam. Kurasa dia melihatku, atau tank kami. Rahangnya membuka dan kedua lengannya terangkat. Aku bisa melihat yang lainnya mulai hidup kembali, setiap orang keempatbelas atau kelimabelas dari tubuh-tubuh di jembatan; semua orang yang tergigit dan berusaha menyembunyikannya dari kami.

Kemudian aku paham. Ya, mereka jelas sudah belajar dari Zhitomir, dan sekarang, mereka menemukan cara yang lebih baik untuk memanfaatkan persediaan senjata Perang Dingin mereka. Bagaimana caranya kau bisa memisahkan yang terinfeksi dan yang tidak? Bagainana kau bisa mencegah para pengungsi menyebarkan infeksi di belakang garis pertahanan? Begitulah caranya.

Mayat-mayat itu mulai bangkit seluruhnya, berdiri, dan tersaruk-saruk melintasi jembatan ke arah kami. Aku memberi isyarat ke si juru tembak. Dia hampir tak bisa bereaksi. Aku menendang punggungnya, meneriakinya agar segera membidik. Butuh beberapa detik lebih lama, tapi dia berhasil membidik ke arah si mayat perempuan, dan menekan pelatuk. Aku menutup telingaku saat senjatanya berdebum. Tank-tank lain mengikuti.

Dua puluh menit kemudian, semuanya selesai. Aku tahu aku harusnya menuruti perintah, atau setidaknya melaporkan status kami setelah serangan itu. Aku bisa melihat enam pesawat Rooks melintas; lima menuju ke jembatan lainnya, dan satu ke arah kota. Aku memerintahkan pasukanku untuk mundur ke barat daya, dan terus bergerak. Ada banyak mayat di sekitar kami, orang-orang yang berhasil menyeberangi jembatan tepat sebelum serangan gas. Tubuh-tubuh mereka pecah saat tank kami menggilas mereka.

Apakah kau pernah ke Komplek Museum Perang Patriotik Besar? Itu dulu salah satu bangunan termegah di Kiev. Halamannya penuh dengan mesin-mesin perang: tank dan senapan segala jenis dan ukuran, dari zaman Revolusi hingga sekarang. Dua buah tank saling berhadapan di pintu masuk museum. Mereka dihiasi gambar-gambar berwarna-warni, dan anak-anak boleh naik ke atasnya. Ada Salib Besi setinggi satu meter, disusun dari seratus buah medali Salib Besi kecil yang dirampas dari mayat-mayat pengikut Hitler. Ada lukisan dinding yang menggambarkan peperangan besar. Para tentara kami bersatu dalam gelombang semangat dan keberanian yang menghantam Jerman, mengusir mereka dari tanah air kami. 

Ada begitu banyak simbol pertahanan nasional di museum, tetapi tak ada yang lebih megah dibandingkan patung Rodina Mat (Ibu Pertiwi). Itu adalah struktur tertinggi di Kiev, mahakarya besi baja setinggi lebih dari enam puluh meter. Dia adalah hal terakhir yang kulihat di Kiev, dengan pedang dan perisainya terangkat dalam pose kemenangan abadi, matanya yang dingin dan cemerlang menatap kami saat kami melarikan diri.

Baca bagian selanjutnya di sini.

5 komentar:

  1. Wah keren.. update lagi dong mba..

    BalasHapus
  2. makasii mb terjemahannya kereen, ditunggu updatenyaa

    BalasHapus
  3. I am so excited! Terimakasih atas terjemahannya. Untuk World War Z sendiri, part sebelumnya ada ya? Kok ini langsung part 3.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih ya, sudah main-main ke sini. :-) Ada kok bagian sebelumnya. Silakan liat di tautan di atasnya kalau bingung, yang "baca bagian sebelumnya di sini." Saya selalu ngasih tautan seperti itu, plus tautan untuk ke bab pertama, sama ke bab selanjutnya (kalau sudah ada), biar bisa ditelusuri dengan mudah sampai habis.

      Hapus